Wednesday, February 1, 2017

White Coat



White Coat atau jas putih, sebuah pakaian pelengkap atau bisa juga sebagai penunjuk profesi seseorang. Biasa dipakai oleh berbagai profesi seperti dokter, petugas laboratorium, bagian kefarmasian dapat pula digunakan untuk pelengkap pakaian atasan untuk pria jika ingin tampil lebih modern. Namun, di Indonesia identik dengan profesi dokter. Ketika bertanya kepada anak kecil, siapa yang biasanya memakai jas putih? Anak kecil akan menjawab “dokter” tentunya, itu pula yang menjadi cita-cita mereka.

Opini dari kenanyakan orang jadi dokter itu enak, banyak duit, pasti orang kaya, tukang ngobati orang sakit, beruntung sekali jadi dokter, dekat jodoh dan masih banyak lagi (diambil dari pengalaman). Namun, kenyataannya apa seperti itu? Mudahkah jadi seorang yang memakai White Coat? Apakah enak? Menyenangkan? Haruskah dijawab sekarang...... tentu saja, jawabanya Insya Allah, benar.




Semua itu mudah asal mengikuti prosesnya, mungkin prosesnya panjang, penuh cobaan, banyak pengalaman, banyak pengorbanan tapi memang tak ada jalan yang mulus dan lurus-lurus saja kecuali jalanannya dibuatkan oleh seseorang jadi jalan tol. Seorang dokter menghasbiskan waktu rata-rata 4 tahun masa pre-klinik, 2 tahun masa klinik dan kemudian ujian kompetensi dokter, untuk menjadi seseorang yang memakai White Coat dengan gelar dr. A, tapi tidak juga ternyata saat masa klinik mereka sudah dapat memakai White Coat tentu saja dengan gelar yang berbeda yaitu S. Ked (Sarjana Kedokteran) atau biasa disebut koas dengan beberapa ketentuan White Coat sesuai dengan aturan institusi masing-masing.

Sebuah kebanggaan bisa memakai White Coat. Namun bisa di bilang jadi sebuah tanggung jawab yang besar diemban oleh si pemakainya. Mereka harus memiliki taggung jawab medis dan moral. Mengobati dari segi fisik maupun psikis seorang pasien. Kedua hal ini mulai di terapkan pada saat seorang mahasiswa/i kedokteran pre-klinik ataupun masa klinik (koas). Lebih utama adalah bagi masa klinik karena mereka langsung berhadapan dengan the real sick people.

Bagi para koas (seorang lulusan S1 pendidikan kedokteran yang mengambil pendidikan profesi dokter) kebanyakan hal ini dijadikan sebagai ajang untuk mengasah kemampuan analisis medis dan mengembangkan kemampuan mensugesti/motivasi psikis dan fisik pasien yang sudah di dapatkan saat masa pre-klinik. Walau mungkin jalan yang mereka lalui untuk mencapai itu penuh perjuangan baik fisik, mental maupun materil. Mereka di tempa oleh konsulan untuk menjadi kuat, seperti besi yang di tempa sehingga jadi pipih dan diasah sehingga tajam agar bisa menjadi golok yang berkualitas. Tapi yang lebih ajaran yang lebih utama adalah sadar bahwa profesi dokter adalah profesi yang menempatkan diri sebagai seorang pelayan yang wajib melayani konsumen dengan baik dan care terhadap konsumen.




Dengan menerapkan ajaran tersebut bagi koas akan menjadikan diri mereka seorang dokter yang kindness. Pasien akan berdatangan sendiri kepada dokter yang menempatkan dirinya sebagaimana kodratnya seorang pelayan. Dokter tidak berkualitas dan tidak ramah sangat dibenci pasien, dokter berkualitas dan tidak ramah dibenci pasien, dokter tidak berkualitas dan ramah agak disukai pasien, dokter berkualitas dan ramah sangat disukai pasien. Semua adalah pilihan kita sendiri tergantung kita ingin menempatkan diri pada golongan yang mana. Namun, lebih disarannya menjadi dokter yang berkualitas dan ramah. Love your profession.
                   
Do good, Have fun, and money will come ~ Richard Branson

No comments:

Post a Comment

close